sumber : http://www.beritasatu.com/megapolitan/64726-mui-umat-islam-boleh-pilih-pemimpin-nonmuslim.html
Kalau umat Muslim dihadapkan dua
pilihan yakni satu pemimpin Muslim tapi zalim, dan satu lagi pemimpin
nonmuslim tapi adil, maka pilih yang adil.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan jika sudah teruji maka umat Islam diperbolehkan memilih pemimpin nonmuslim.
"Jika memang sudah teruji adil, maka boleh memilih pemimpin yang
nonmuslim," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Amidhan, di
Jakarta, hari ini.
Menurut Amidhan, kalau umat Muslim dihadapkan dua pilihan yakni satu
pemimpin Muslim tapi zalim, dan satu lagi pemimpin nonmuslim tapi adil,
maka pilih yang adil. "Itu kalau ada bukti-buktinya kalau pemimpin
nonmuslim itu adil," tegas dia.
Namun, lanjut Amidhan, jika itu baru pada tahap memilih maka pilihlah
pemimpin yang Muslim. Hal ini sesuai dengan surat Al Maidah ayat 51, di
mana dalam ayat tersebut umat Muslim diserukan untuk tidak memilih
pemimpin selain yang beragama Islam.
"Kalau menurut saya, itu biasa terjadi. Misalnya Yahudi pilih pemimpin
Yahudi, begitu juga umat Kristiani pilih pemimpin Kristen," papar dia.
Meski demikian, Amidhan menilai apa yang dilakukan Rhoma Irama dalam
ceramah agamanya beberapa waktu lalu, bukan sesuatu yang sifatnya SARA.
"Lihat dulu konteksnya. Rhoma Irama itu bicara di Masjid, waktunya
Ramadan dan jamaahnya umat Islam, jadi sah-sah saja," imbuh dia.
Lebih jauh, Amidhan menyerukan agar pihak-pihak yang berkompetisi pada
pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua untuk
bersaing secara sehat dan tidak berkampanye dengan membawa unsur SARA.
"Indonesia itu negara demokrasi, bukan negara Islam," tandas dia.
Menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang diselenggarakan 20
September tersebut, politisasi agama semakin sering digunakan. Pada
Senin (6/8) penyanyi dangdut, Rhoma Irama, dipanggil Panwaslu terkait
ceramah agama yang dinilai bermuatan SARA di Mesjid Al Isra Tanjung
Duren, Jakarta Barat, pada Sabtu (28/7).